Selasa, 28 Juni 2022

Kontemplasi

Akhirnya , malam begitu tenang.
Termasuk kepalaku yang akhir-akhir ini selalu penuh.
Semua suara dalam kepalaku diam, sama halnya ketika orang sudah letih berbicara, mengeluh.
Dan bosan hidup dalam sebuah drama.
Andai semuanya bisa ku tulis,
Andai semua kejenuhan ini bisa terobati.
Tapi rindu membuatnya semakin runyam.
Seakan dirinya adalah hal yang sangat mendesak.
Aku ingin berjuang sekali lagi,
Untuk menuju tempat tertinggi.
Alih-alih menghibur kepalaku sesaat,
Yang kubutuhkan hanyalah sebuah rumah untuk pulang,
Pelukan untuk bersandar.
Dan beringin, untuk tempat bercerita.
Ada satu lagi keinginan dari semua keinginan,
Menulis kisah seseorang yang tetap hidup,
Meski dalam hati dan harinya redup.
Mengeja luka dan langkah,
Memilah semangat dan putus asa,
Seseorang yang hidup dengan kepalanya.
Seseorang yang berjalan sembari melukis,
Meski tahu lukisannya selalu layu.
Tapi tetap mencari celah diantara lelah.
Untuk menjawab malam yang selalu gelap,
Seseorang itu sedang menepi dalam tulisan ini,
Tangannya menopang dagu, agar kepalanya tetap terjaga.
Tegap. Dan berani menatap kenyataan.
Dan untuk seseorang yang sedang bertahan hidup dalam kepalaku,
Tetaplah disitu,
Semuanya akan baik-baik saja.
Mungkin itu.

Rabu, 12 Februari 2020

Dihari ulang tahunmu

Selamat ulang tahun, sebuah perayaan kecil dan rahasia dariku untukmu. Adalah perihal doa baik yang siap mengangkat bahu letihmu, pun kata penghibur yang baik untuk tidurmu.

Banyak yang ingin kuceritakan, jadi biar aku mengeluh seakan kamu disini. Ada diantara redup layarmu dan senyum cantikmu itu.
Lalu bagaimana kabarku? yap, aku lelah menjadi aku. Sembunyi bukanlah hal yang menyenangkan, pun berpura-pura juga melelahkan. Iya, kan?
Kamu tau bukan? aku adalah lelaki yang terlahir harus mandiri. Aku adalah seorang yang diterjunkan ke laut tanpa diberi pelampung dan harus bisa tetap hidup, apa aku sembunyi di balik mermaid dan menyerupainya? atau aku berpura-pura bisa berenang? tidak, ah. Biar aku berlayar dengan tanganku sendiri, meraih sampan untuk sembunyi dan berpura-pura tidak terjadi apapun. Karna bagiku dan bagimu mungkin, orang lain tidak benar-benar peduli dan empati alih-alih bodoamat, bukan?
Aku hanya lelah mencari sampan lain, aku butuh rumah. Yap, rumah dimana tempat pulang ceritaku dan ceritamu, lalu benar-benar menjadi kolom dan balok yang saling menopang atap. apa kamu mengerti?
Apalagi kuliahku, dek. Diludahi saat diujung jalan, aku hancur. Tapi untungnya, doa baik dari orang-orang yang mencintaiku mampu melapangkan dadaku, jika salah satu adalah kamu, biarkan aku membungkuk terimakasih.

Apa kamu tau kalo sekarang aku laper?

Ohiya. Aku minta maaf bila masih menyimpan fotomu digaleriku meski obrolan kita akhirnya berani ku buang, kamu berhak bangga dengan menjadi benar-benar menjengkelkan, saat itu. dasar.

Dan aku maret, wisuda. apa kamu akan disana? Semua akan berakhir disana jika kamu tetap seperti ini. Aku pastikan, semuanya.
Aku tak berharap lebih lagi, aku lelah mengejar. Tanganku terlalu letih mengurusi lagi kisah-kisah ini, waktuku sudah banyak terbuang. Dan pada dasarnya aku adalah orang yang tergesa-gesa, dan sabarku tak lebih dari orang-orang yang berhati-hati.

Akhirnya,
Ku pastikan lagi,
Aku mencintaimu, benar.
Biar maret menentukan,
Selamat ulang tahun.

Sabtu, 26 Maret 2016

Tak pernah kutemui gadis sepertimu, kau asingkan aku dalam jiwaku sendiri, membenamkan layaknya embun yang menelan keringnya, kau seperti membuat lingkaran, kau sengaja membuatnya begitu, agar aku tak dapat melihat lagi disudut lain dari dirimu, namun sayang sekali, kau gagal membuatnya tanpa jarak, karna Aku begitu membencinya. Jarak ini menjauhkanku dari apa saja yang mendekat, yap termasuk dirimu, namun kepedulianku memujiku, tentang jarak yang slalu mengujiku. Andai kau tau saat ini saja, di pagi ini aku benar-benar mengagumimu, tanpa basa-basi, terang saja begitu adanya, buatkan aku lingkaran yang mengikatku, aku tak ingin kau dimiliki orang lain selainku, untuk kali ini saja aku ingin berhak atas dirimu, benar saja aku ingin terlihat memaksamu, walaupun aku tau aku tak pernah pantas menyandingmu, bahkan menyapamu saja aku mendingin, tapi begitu saja kau sapa aku, kau hangatkanku di setiapnya,
untukmu yang slalu ingin ku uraikan, ingin kumiliki tanpa harus kufikirkan, tentu saja dirimu yang membungkam semua alasan, aku mengikatmu dari jarak terdekat, dikedua sisimu dan dilengkung senyummu, berharap menjamah sampai hatimu, berbaliklah jika kau begitu lelahnya, tanganku membuka pelukku, peluk terbaik seorang pengagum.
lekaslah nikmati pagimu dengan kopimu sendiri, biar saja aku menikmati kopiku dengan memandang bulan di pagi hari, itu caraku menikmati keduanya, dirimu dan kopiku, syahdu sekali pagi ini, kuhirup lagi aromanya, ternyata pagi ini aku masih mengagumimu, kuhidup lagi dibuatnya, ternyata aku mengagumi pagiku.
Entahlah, aku merasa diriku kembali, tetaplah begitu karna aku berjalan kearahmu, dengan loncatan kaki yang menari bahagia, seengganya dengan simpul disudut senyummu pagi ini, benar saja aku mengetahuinya, karna aku membuat lingkaran dimana saja, aku berhasil membuatnya tanpa jarak, layaknya kau yang semaunya mengacungkan semangat jiwaku, namun kau layak karna semuanya menuju menatapku,
kau gila bung! Kau sudah memutar lagu yang sama berkali-kali! Sudah 3 cangkir kopi yang kau tenggak! Apa kau gila?
Aku tersenyum, aku menatapnya dengan mengangkat alis dikiriku, biarkan aku menikmati pagiku sendiri, karna bagiku secangkir kopi pagi ini lebih bisa mengerti apa itu arti sejati.

Sabtu, 16 Januari 2016

Ketulusan takan pernah buruk

Seorang akhwat menceritakan kenangan masa lalunya yang tak terlupakan:
“Namaku Mariani, orang-orang biasa memangilku Aryani. Ini adalah kisah perjalanan hidupku yang hingga hari ini masih belum lengkang dalam benakku. Sebuah kisah yang nyaris membuatku menyesal seumur hidup bila aku sendiri saat itu tidak berani mengambil sikap. Yah, sebuah perjalanan kisah yang sungguh aku sendiri takjub dibuatnya, sebab aku sendiri menyangka bahwa di dunia ini mungkin tak ada lagi orang seperti dia.
Tahun 2007 silam, aku dipaksa orang tuaku menikah dengan seorang pria, Kak Arfan namanya. Kak Arfan adalah seorang lelaki yang tinggal sekampung denganku, tapi dia seleting dengan kakakku saat sekolah dulu. Usia kami terpaut 4 Tahun. Yang aku tahu bahwa sejak kecilnya Kak Arfan adalah anak yang taat kepada orang tuanya dan juga rajin ibadah. Tabiatnya yang seperti itu terbawa-bawa sampai ia dewasa. Aku  merasa risih sendiri dengan Kak Arfan apabila berpapasan di jalan, sebab sopan santunnya sepertinya terlalu berlebihan pada orang-orang. Geli aku menyaksikannya, yah, kampungan banget gelagatnya…,
Setiap ada acara-acara ramai di kampung pun Kak Arfan tak pernah kelihatan bergabung sama teman-teman seusianya. Yaah, pasti kalau dicek ke rumahnya pun gak ada, orang tuanya pasti menjawab “Kak Arfan di mesjid nak, menghadiri taklim”. Dan memang mudah sekali mencari Kak Arfan, sejak lulus dari Pesantren Al-Khairat Kota Gorontalo.
Kak Arfan sering menghabiskan waktunya membantu orang tuanya jualan, kadang terlihat bersama bapaknya di kebun atau di sawah. Meskipun kadang sebagian teman sebayanya menyayangkan potensi dan kelebihan-kelebihannya yang tidak tersalurkan. Secara fisik memang Kak Arfan hampir tidak sepadan dengan ukuran ekonomi keluarganya yang pas-pasan. Sebab kadang gadis-gadis kampung suka menggodanya kalau Kak Arfan dalam keadaan rapi menghadiri acara-acara di desa.
Tapi bagiku sendiri, itu adalah hal yang biasa-biasa saja, sebab aku sendiri merasa bahwa sosok Kak Arfan adalah sosok yang tidak istimewa. Apa istimewanya menghadiri taklim, kuper dan kampungan banget. Kadang hatiku sendiri bertanya, koq bisa yah, ada orang yang sekolah di kota namun begitu kembali tak ada sedikitpun ciri-ciri kekotaan melekat pada dirinya, HP gak ada. Selain bantu orang tua, pasti kerjanya ngaji, sholat, taklim dan kembali ke kerja lagi. Seolah ruang lingkup hidupnya hanya monoton pada itu-itu saja, ke biosokop kek, ngumpul bareng teman-teman kek setiap malam minggunya di pertigaan kampung yang ramainya luar biasa setiap malam minggu dan malam Kamisnya. Apalagi setiap malam Kamis dan malam Minggunya ada acara curhat kisah yang TOP banget di sebuah station Radio Swasta digotontalo, kalau tidak salah ingat nama acaranya Suara Hati dan nama penyiarnya juga Satrio Herlambang.
Waktu terus bergulir dan seperti gadis-gadis modern pada umumnya yang tidak lepas dengan kata Pacaran, akupun demikian. Aku sendiri memiliki kekasih yang begitu sangat aku cintai, namanya Boby. Masa-masa indah kulewati bersama Boby. Indah kurasakan dunia remajaku saat itu. Kedua orang tua Boby sangat menyayangi aku dan sepertinya memiliki sinyal-sinyal restunya atas hubungan kami. Hingga musibah itu tiba, aku dilamar oleh seorang pria yang sudah sangat aku kenal. Yah siapa lagi kalau bukan si kuper Kak Arfan lewat pamanku. Orang tuanya Kak Arfan melamarku untuk anaknya yang kampungan itu.
Mendengar penuturan mama saat memberitahu padaku tentang lamaran itu, kurasakan dunia ini gelap, kepalaku pening…, aku berteriak sekencang-kencangnya menolak permintaan lamaran itu dengan tegas dan terbelit-belit aku sampaikan langsung pada kedua orang tuaku bahwa aku menolak lamaran keluarganya Kak Arfan. dan dengan terang-terangan pula aku sampaikan pula bahwa aku memiliki kekasih pujaan hatiku, Boby.
Mendengar semua itu ibuku shock dan jatuh tersungkur kelantai. Akupun tak menduga kalau sikapku yang egois itu akan membuat mama shock. Baru kutahu bahwa yang menyebabkan mama shok itu karena beliau sudah menerima secara resmi lamaran dari orang tuanya Kak Arfan. Hatiku sedih saat itu, kurasakan dunia begitu kelabu. Aku seperti menelan buah simalakama, seperti orang yang paranoid, tidak tahu harus ikut kata orang tua atau lari bersama kekasih hatiku Boby.

Hatiku sedih saat itu. Dengan berat hati dan penuh kesedihan aku menerima lamaran Kak Arfan untuk menjadi istrinya dan kujadikan malam terakhir perjumpaanku dengan Boby di rumahku untuk meluapkan kesedihanku. Meskipun kami saling mencintai, tapi mau tidak mau Boby harus merelakan aku menikah dengan Kak Arfan. Karena dia sendiri mengakui bahwa dia belum siap membina rumah tangga saat itu.
Tanggal 11 Agustus 2007 akhirnya pernikahanku pun digelar. Aku merasa bahwa pernikahan itu begitu menyesakkan dadaku. Air mataku tumpah di malam resepsi pernikahan itu. Di tengah senyuman orang-orang yang hadir pada acara itu, mungkin akulah yang paling tersiksa. Karena harus melepaskan masa remajaku dan menikah dengan lelaki yang tidak pernah kucintai. Dan yang paling membuatku tak bisa menahan air mataku, mantan kekasihku Boby hadir juga pada resepsi pernikahan tersebut. Ya Allah mengapa semua ini harus terjadi padaku ya Allah… mengapa aku yang harus jadi korban dari semua ini?
Waktu terus berputar dan malam pun semakin merayap. Hingga usailah acara resepsi pernikahan kami. Satu per satu para undangan pamit pulang hingga sepi lah rumah kami. Saat masuk ke dalam kamar, aku tidak mendapati suamiku Kak Arfan di dalamnya. Dan sebagai seorang istri yang hanya terpaksa menikah dengannya, maka aku pun membiarkannya dan langsung membaringkan tubuhku setalah sebelumnya menghapus make-up pengantinku dan melepaskan gaun pengantinku. Aku bahkan tak perduli kemana suamiku saat itu. Karena rasa capek dan diserang kantuk, aku pun akhirnya tertidur.
Tiba-tiba di sepertiga malam, aku tersentak tatkala melihat ada sosok hitam yang berdiri disamping ranjang tidurku. Dadaku berdegup kencang. Aku hampir saja berteriak histeris, andai saja saat itu tak kudengar suara  takbir terucap lirih dari sosok yang berdiri itu. Perlahan kuperhatikan dengan seksama, ternyata sosok yang berdiri di sampingku itu adalah Kak Arfan suamiku yang sedang sholat tahajud. Perlahan aku baringkan tubuhku sambil membalikkan diriku membelakanginya yang saat itu sedang sholat tahajud. Ya Allah aku lupa bahwa sekarang aku telah menjadi istrinya Kak Arfan. Tapi meskipun demikian, aku masih tak bisa menerima kehadirannya dalam hidupku. Saat itu karena masih dibawah perasan ngantuk, aku pun kembali teridur. Hingga pukul 04.00 dini hari, kudapati suamiku sedang tidur beralaskan sajadah di bawah ranjang pengantin kami.
Dadaku kembali berdetak kencang kala mendapatinya. Aku masih belum percaya kalau aku telah bersuami. Tapi ada sebuah pertanyaaan terbetik dalam benakku. Mengapa dia tidak tidur di ranjang bersamaku. Kalaupun dia belum ingin menyentuhku, paling gak dia tidur seranjang denganku itukan logikanya. Ada apa ini? ujarku perlahan dalam hati. Aku sendiri merasa bahwa mungkin malam itu Kak Arfan kecapekan sama sepertiku sehingga dia tidak mendatangiku dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang suami. Tapi apa peduliku dengan itu semua, toh akupun tidak menginginkannya, gumamku dalam hati.
Hari-hari terus berlalu. Kami pun mejalani aktifitas kami masing-masing, Kak Arfan bekerja mencari rezeki dengan pekerjaannya. Sedangkan aku di rumah berusaha semaksimal mungkin untuk memahami bahwa aku telah bersuami dan memiliki kewajiban melayani suamiku. Yah minimal menyediakan makanannya, meskipun kenangan-kenangan bersama Boby belum hilang dari benakku, aku bahkan masih merindukannya.
Semula kufikir bahwa prilaku Kak Arfan yang tidak pernah menyentuhku dan menunaikan kewajibannya sebagai suami itu hanya terjadi malam pernikahan kami. Tapi ternyata yang terjadi hampir setiap malam sejak malam pengantin itu, Kak Arfan selalu tidur beralaskan permadani di bawah ranjang atau tidur di atas sofa dalam kamar kami. Dia tidak pernah menyentuhku walau hanya menjabat tanganku. Jujur segala kebutuhanku selalu dipenuhinya. Secara lahir dia selalu menafkahiku, bahkan nafkah lahir yang dia berikan lebih dari apa yang aku butuhan. Tapi soal biologis, Kak Arfan tak pernah sama sekali mengungkit- ungkitnya atau menuntutnya dariku. Bahkan yang tidak pernah kufahami, pernah secara tidak sengaja kami bertabrakan di depan pintu kamar, Kak Arfan meminta maaf seolah merasa bersalah karena telah menyentuhku.
Ada apa dengan Kak Arfan? Apakah dia lelaki normal? Kenapa dia begitu dingin padaku? Apakah aku kurang di matanya? atau? Pendengar, jujur merasakan semua itu, membuat banyak pertanyaan berkecamuk dalam benakku. Ada apa dengan suamiku? Bukankah dia adalah pria yang beragama dan tahu bahwa menafkahi istri itu secara lahir dan batin adalah kewajibannya? Ada apa dengannya? padahal setiap hari dia mengisi acara-acara keagamaan di mesjid. Dia begitu santun pada orang-orang dan begitu patuh kepada kedua orangtuanya. Bahkan terhadap aku pun hampir semua kewajibannya telah dia tunaikan dengan hikmah, tidak pernah sekali pun dia bersikap kasar dan berkata-kata keras padaku. Bahkan Kak Arfan terlalu lembut bagiku.
Tapi satu yang belum dia tunaikan yaitu nafkah batinku. Aku sendiri saat mendapat perlakuan darinya setiap hari yang begitu lembutnya mulai menumbuhkan rasa cintaku padanya dan membuatku perlahan-lahan melupakan masa laluku bersama Boby. Aku bahkan mulai merindukannya tatkala dia sedang tidak di rumah. Aku bahkan selalu berusaha menyenangkan hatinya dengan melakukan apa-apa yang dia anjurkannya lewat ceramah-ceramahnya pada wanita-wanita muslimah, yakni mulai memakai busana muslimah yang syar’i.
Memang dua hari setelah pernikahan kami, Kak Arfan memberiku hadiah yang diisi dalam karton besar. Semula aku mengira bahwa hadiah itu adalah alat-alat rumah tangga. Tapi setelah kubuka, ternyata isinya lima potong jubah panjang berwarna gelap, lima buah jilbab panjang sampai selutut juga berwana gelap, lima buah kaos kaki tebal panjang berwarna hitam dan lima pasang manset berwarna gelap pula. Jujur saat membukanya aku sedikit tersinggung, sebab yang ada dalam bayanganku bahwa inilah konsekuensi menikah dengan seorang ustadz. Aku mengira bahwa dia akan memaksa aku untuk menggunakannya. Ternyata dugaanku salah sama sekali. Sebab hadiah itu tidak pernah disentuhnya atau ditanyakannya.
Kini aku mulai menggunakannya tanpa paksaan siapapun. Kukenakan busana itu agar diatahu bahwa aku mulai menganggapnya istimewa. Bahkan kebiasaannya sebelum tidur dalam mengajipun sudah mulai aku ikuti. Kadang ceramah-ceramahnya di mesjid sering aku ikuti dan aku praktekkan di rumah.
Tapi satu yang belum bisa aku mengerti darinya. Entah mengapa hingga enam bulan pernikahan kami dia tidak pernah menyentuhku. Setiap masuk kamar pasti sebelum tidur, dia selalu mengawali dengan mengaji, lalu tidur di atas hamparan permadani di bawah ranjang hingga terjaga lagi di sepertiga malam, lalu melaksanakan sholat Tahajud. Hingga suatu saat Kak Arfan jatuh sakit. Tubuhnya demam dan panasnya sangat tinggi. Aku sendiri bingung bagaimana cara menanganinya. Sebab Kak Arfan sendiri tidak pernah menyentuhku. Aku khawatir dia akan menolakku bila aku menawarkan jasa membantunya. Ya Allah..apa yang harus aku lakukan saat ini. Aku ingin sekali meringankan sakitnya, tapi apa yang harus saya lakukan ya Allah..
Malam itu aku tidur dalam kegelisahan. Aku tak bisa tidur mendengar hembusan nafasnya yang seolah sesak. Kudengar Kak Arfan pun sering mengigau kecil. Mungkin karena suhu panasnya yang tinggi sehingga ia selalu mengigau. Sementara malam begitu dingin, hujan sangat deras disetai angin yang bertiup kencang. Kasihan Kak Arfan, pasti dia sangat kedinginan saat ini. Perlahan aku bangun dari pembaringan dan menatapnya yang sedang tertidur pulas. Kupasangkan selimutnya yang sudah menjulur kekakinya. Ingin sekali aku merebahkan diriku di sampingnya atau sekedar mengompresnya. Tapi aku tak tahu bagaimana harus memulainya. Hingga akhirnya aku tak kuasa menahan keinginan hatiku untuk mendekatkan tanganku di dahinya untuk meraba suhu panas tubuhnya.
Tapi baru beberapa detik tanganku menyentuh kulit dahinya, Kak Arfan terbangun dan langsung duduk agak menjauh dariku sambil berujar ”Afwan dek, kau belum tidur? Kenapa ada di bawah? Nanti kau kedinginan? Ayo naik lagi ke ranjangmu dan tidur lagi, nanti besok kau capek dan jatuh sakit?” pinta kak Arfan padaku. Hatiku miris saat mendengar semua itu. Dadaku sesak, mengapa Kak Arfan selalu dingin padaku. Apakah dia menganggap aku orang lain. Apakah di hatinya tak ada cinta sama sekali untukku. Tanpa kusadari air mataku menetes sambil menahan isak yang ingin sekali kulapkan dengan teriakan. Hingga akhirnya gemuruh di hatiku tak bisa kubendung juga.
”Afwan kak, kenapa sikapmu selama ini padaku begitu dingin? Kau bahkan tak pernah mau menyentuhku walaupun hanya sekedar menjabat tanganku? Bukankah aku ini istrimu? Bukankah aku telah halal buatmu? Lalu mengapa kau jadikan aku sebagai patung perhiasan kamarmu? Apa artinya diriku bagimu kak? Apa artinya aku bagimu kak? Kalau kau tidak mencintaiku lantas mengapa kau menikahiku? Mengapa kak? mengapa?” Ujarku disela isak tangis yang tak bisa kutahan.
Tak ada reaksi apapun dari Kak Arfan menanggapi galaunya hatiku dalam tangis yang tersedu itu. Yang nampak adalah dia memperbaiki posisi duduknya dan melirik jam yang menempel di dinding kamar kami. Hingga akhirnya dia mendekatiku dan perlahan berujar padaku:
”Dek, jangan kau pernah bertanya pada kakak tentang perasaan ini padamu. Karena sesungguhnya kakak begitu sangat mencintaimu. Tetapi tanyakanlah semua itu pada dirimu sendiri. Apakah saat ini telah ada cinta di hatimu untuk kakak? Kakak tahu dan kakak yakin pasti suatu saat kau akan bertanya mengapa sikap kakak selama ini begitu dingin padamu. Sebelumnya kakak minta maaf bila semuanya baru kakak kabarkan padamu malam ini. Kau mau tanyakan apa maksud kakak sebenarnya dengan semua ini?” ujar Kak Arfan dengan agak sedikit gugup.
“Iya tolong jelaskan pada saya Kak, mengapa kakak begitu tega melakukan ini padaku? tolong jelaskan Kak?” Ujarku menimpali tuturnya kak Arfan.
“Hhhhhmmm, Dek kau tahu apa itu pelacur? Dan apa pekerjaan seorang pelacur? Afwan dek dalam pemahaman kakak, seorang pelacur itu adalah seorang wanita penghibur yang kerjanya melayani para lelaki hidung belang untuk mendapatkan materi tanpa peduli apakah di hatinya ada cinta untuk lelaki itu atau tidak. Bahkan seorang pelacur terkadang harus meneteskan air mata mana kala dia harus melayani nafsu lelaki yang tidak dicintainya. Bahkan dia sendiri tidak merasakan kesenangan dari apa yang sedang terjadi saat itu. kakak tidak ingin hal itu terjadi padamu dek.

Kau istriku dek, betapa bejatnya kakak ketika kakak harus memaksamu melayani kakak dengan paksaan saat malam pertama pernikahan kita. Sedangkan di hatimu tak ada cinta sama sekali buat kaka. Alangkah berdosanya kakak, bila pada saat melampiaskan birahi kakak padamu malam itu, sementara yang ada dalam benakmu bukanlah kakak tetapi ada lelaki lain. Kau tahu dek, sehari sebelum pernikahan kita digelar, kakak sempat datang ke rumahmu untuk memenuhi undangan Bapakmu. Tapi begitu kakak berada di depan pintu pagar rumahmu, kakak melihat dengan mata kepala kakak sendiri kesedihanmu yang kau lampiaskan pada kekasihmu Boby. Kau ungkapkan pada Boby bahwa kau tidak mencintai kakak. Kau ungkapkan pada Boby bahwa kau hanya akan mencintainya selamanya. Saat itu kakak merasa bahwa kakak telah merampas kebahagiaanmu.

Kakak yakin bahwa kau menerima pinangan kakak itu karena terpaksa. Kakak juga mempelajari sikapmu saat di pelaminan. Begitu sedihnya hatimu saat bersanding di pelaminan bersama kakak. Lantas haruskah kakak egois dengan mengabaikan apa yang kau rasakan saat itu. Sementara tanpa memperdulikan perasaanmu, kakak menunaikan kewajiban kakak sebagai suamimu di malam pertama. Semenatara kau sendiri akan mematung dengan deraian air mata karena terpaksa melayani kakak?

Kau istriku dek, sekali lagi kau istriku. Kau tahu, kakak sangat mencintaimu. Kakak akan menunaikan semua itu manakala di hatimu telah ada cinta untuk kakak. Agar kau tidak merasa diperkosa hak-hakmu. Agar kau bisa menikmati apa yang kita lakukan bersama. Alhamdulillah apabila hari ini kau telah mencintai kakak. Kakak juga merasa bersyukur bila kau telah melupakan mantan kekasihmu itu. Beberapa hari ini kakak perhatikan kau juga telah menggunakan busana muslimah yang syar’i. Pinta kakak padamu dek, luruskan niatmu, kalau kemarin kau mengenakan busana itu untuk menyenangkan hati kakak semata. Maka sekarang luruskan niatmu, niatkan semua itu untuk Allah ta’ala selanjutnya untuk kakak.”
Mendengar semua itu, aku memeluk suamiku. Aku merasa bahwa dia adalah lelaki terbaik yang pernah kujumpai selama hidupku. Aku bahkan telah melupakan Boby. Aku merasa bahwa malam itu, aku adalah wanita yang paling bahagia di dunia. Sebab meskipun dalam keadaan sakit, untuk pertama kalinya Kak Arfan mendatangiku sebagai seorang suami. Hari-hari kami lalui dengan bahagia. Kak Arfan begitu sangat kharismatik. Terkadang dia seperti seorang kakak buatku dan terkadang seperti orang tua. Darinya aku banyak belajar banyak hal. Perlahan aku mulai meluruskan niatku dengan menggunakan busana yang syar’i, semata-mata karena Allah dan untuk menyenangkan hati suamiku.
Sebulan setelah malam itu, dalam rahimku telah tumbuh benih-benih cinta kami berdua. Alhamdulillah, aku sangat bahagia bersuamikan dia. Darinya aku belajar banyak tentang agama. Hari demi hari kami lalui dengan kebahagiaan. Ternyata dia mencintaiku lebih dari apa yang aku bayangkan. Dulu aku hampir saja melakukan tindakan bodoh dengan menolak pinangannya. Aku fikir kebahagiaan itu akan berlangsung lama diantara kami, setelah lahir Abdurrahman, hasil cinta kami berdua.
Di akhir tahun 2008,  Kak Arfan mengalami kecelakaan dan usianya tidak panjang. Sebab Kak Arfan meninggal dunia sehari setelah kecelakaan tersebut. Aku sangat kehilangannya. Aku seperti kehilangan penopang hidupku. Aku kehilangan kekasihku. Aku kehilangan murobbiku, aku kehilangan suamiku. Tidak pernah terbayangkan olehku bahwa kebahagiaan bersamanya begitu singkat. Yang tidak pernah aku lupakan di akhir kehidupannya Kak Arfan, dia masih sempat menasehatkan sesuatu padaku:
“Dek.. pertemuan dan perpisahan itu adalah fitrahnya kehidupan. Kalau ternyata kita berpisah besok atau lusa, kakak minta padamu Dek.., jaga Abdurrahman dengan baik. Jadikan dia sebagai mujahid yang senantiasa membela agama, senantiasa menjadi yang terbaik untuk ummat. Didik dia dengan baik Dek, jangan sia-siakan dia.

Satu permintaan kakak.., kalau suatu saat ada seorang pria yang datang melamarmu, maka pilihlah pria yang tidak hanya mencintaimu. Tetapi juga mau menerima kehadiran anak kita.

Maafkan kakak Dek.., bila selama bersamamu, ada kekurangan yang telah kakak perbuat untukmu. Senantiasalah berdoa.., kalau kita berpisah di dunia ini..Insya Allah kita akan berjumpa kembali di akhirat kelak . Kalau Allah mentakdirkan kakak yang pergi lebih dahulu meninggalkanmu, Insya Allah kakak akan senantiasa menantimu..”
Demikianlah pesan terakhir Kak Arfan sebelum keesokan harinya Kak Arfan meninggalkan dunia ini. Hatiku sangat sedih saat itu. Aku merasa sangat kehilangan. Tetapi aku berusaha mewujudkan harapan terakhirnya, mendidik dan menjaga Abdurrahman dengan baik. Selamat jalan Kak Arfan. Aku akan selalu mengenangmu dalam setiap doa-doaku, amiin. Wasallam”

Selasa, 22 Desember 2015

Puisi nih hehe

Bintang kecil paling menawan

Hadirmu yang dulu semu dalam hidupku
Membuatku buta tentang sosokmu
Dan sekarang kau hadir bak petaka
Perkara yang ku anggap sekeping rasa

Kau tahu? Tiap malam kunyanyikan lagu rindu
Lagu dimana ku berharap kau menatapku
Kau sadar? Aku keluar garis sadarku
Seketika aku dapati senyummu

Tak banyak orang yang pandai berpura-pura atas perasaannya sendiri
Sesekali aku bisa berkata bodoh membodohi
Membencimu karena jauh
Menjauhimu karena dekat

Aku hanya mampu menyebut namamu dengan suara tertahan dari jantungku
Sedangkan kau tergambar jelas dalam nadiku
Nadi yang disetiapnya semakin padu
Dengan rasa yang sekian hari semakin menggebu-gebu

Langit lahirkan sunyinya sajak pujangga
Pujangga yang hancur dalam rindunya
Taukah kau siapa dia?
Aku, ya aku!
Aku yang takmau redup dalam tatapmu
Aku yang ingin sekali menyentuh hatimu
Aku yang bernadi serasi iramamu
Bak relasi gelap terbias membiasakan auramu

Seketika tertegap hatiku ini begitu sayang
Ketakutan yang slalu aku takuti datang
Begitu jemariku terlalu kecil untuk hatimu yang begitu besarnya
Dering alasku pun tak senyaring jauh besar sebegitunya

Tapi dengarlah gadis, Aku mencintaimu
Maka ijinkan aku menikmatinya, bahkan di setiapnya
Bahkan saat kau pergi menggalang rinduku di saatnya
Bahkan rindu seorang pengagum tak tahu diri di takdirnya

Untukmu gadis yang slalu jadi bintang
Yang kecil jauh dari hati
Paling menawan begitu garis lengkapnya melintang
Sungguh kehadiranmu bak jati diri
Maka ku ujarkan apa yang harusnya ku tentang
Maaf hatiku memilih kau untuk kukagumi.

ENTAHLAH

Entah darimana bulan itu terbit, karna senjaku terlalu sombong untuk membenamkannya, bisa saja aku habiskan kopiku di sela senjaku, tapi terlalu pahit untuk melupakan waktu, benar saja bulan itu datang sewaktu-waktu, tapi entahlah, mungkin saja aku salah menerka itu bulanku, bulan yang dirindukan bintang, tapi tak pernah terlintas sepi dalam benakku untuk meluapkannya, bukan saja takut, tapi ada kesadaran diri yang sudah lama aku benci, kopiku terlihat menertawaiku,entah itu tertawa membodohi atau bahkan sebaliknya, tapi aku yakin kopiku pagi ini adalah saksi dimana rasa sejati, kopi yang sejatinya meluluhkan rasa termanis, agar keduanya saling seimbang, lalu aku menertawai kopiku, bukannya membodohi, tapi itu adalah kesejatian, dimana rasa yang bisa saja luarbiasa, berasal dari kedua rasa yang saling menolak,bukan tentang jarak, tapi tentang bagaimana agar selalu dekat, tentang bagaimana saling membutuhkan.
 kusimpulkan lagi senyumku sesaat kupandangi bulan didompetku, matanya menggodaku untuk mengajaknya menari, dimana disetiap sisinya terguyur hujan,bulanku pagi ini terlalu kurang ajar, menumbuhkan rindu yang kurasa begitu sendunya, menggebu-gebu aku dibuatnya, namun aku ingin kau mengajariku tentang bagaimana mengungkapkan, karna jujur saja aku bukanlah salah satunya, karna yang kurasa pada saat itu, adalah rasa dimana hanya satu kali saja semua orang melakukannya, dan yang berhasil meluapkannya adalah sesuatu yang hebat pada dirinya, seseorang yang kesadaran dirinya tak terbatas.
masalah adalah jarak diantara kita, menjelma layaknya cermin yang memantulkan, yang disetiap sisinya terlihat sama, lalu kau bawa aku masuk dalam lingkaran dimana ku berharap kau akan mengikatku, tapi tidak, kau hanya membiarkanku ditengahnya, entah sampai kapanpun itu, kau membuatnya agar aku tak melihat dari sudut manapun, itu agar kau tetap terlihat menarik, kau tau? kau menghidupkanku semaumu, tapi dengan begitu saja kau menghidupkan semuaku, ingin sekali kusingkat jarak kita, mendekat agar tak terlalu jauh, dekat agar selalu dekat.
Entahlah, tapi gadis yang kusebut bulan itu adalah kopi terbaikku, aromanya lebih menarik dari siapapun, auranya menyikut siapa saja yang menatapnya, benar saja aku tertarik padanya, benar saja kau sikut aku tegak lurus dimana keduanya bertemu,  keduanya adalah ketertarikan dan ketakutan, ketakukutan atas perasaanku sendiri, dan aku hanya bisa menertawai perasaanku sendiri,tapi terlintas perasaanku begitu menarik, tapi entahlah, aku malu dibuatnya.
Bukan hal tabu jika aku terus mengaguminya, kulihat jam di arlojiku, lalu kulihat perasaanku,entah apa yang menyangkutkan keduanya, namun inilah rumus cinta yang sesungguhnya, semakin jauh waktu nantinya, akan semakin besar perasaannya, itulah kata pujangga yang hancur dalam rindunya.
Entahlah, aku seperti menggenggam angin, semakin besar apapun itu akan tetap saja, berharap hangat namun ternyata dingin, itulah sikap angin pada dasarnya, percuma saja tiap malam kunyanyikan lagu sendu tapi kenyataanya kau tak menatapnya, ah aku membodohi diriku sendiri, aku menyanyikannya seharusnya bukan untuknya, tapi untuk perasaan yang tak harus di mengertinya, itulah sikap ikhlas dalam mengagumi.
Jangan pernah waktu kerjamu mengganggu kopimu, dan tidur hanyalah membuang waktu kopimu.

Morning, love you.

Minggu, 01 November 2015

bintang kecil berhijabku sebenarnya bukan siapa yang dulunya aku banggakan, bukan, dia adalah sosok yang aktif dalam sistem kreatifnya, dalam periode dimana setiap orang tabisa merasakan angle yang aku lihat dari sosoknya, dia begitu cantik, mereka menyebutnya gila, dia begitu mempesona, mereka menyebutnya gila, dia begitu yang aku inginkan, mereka masih menyebutnya gila, mungkin sampai sekarang aku tak berani mendekatinya, bahkan satu kata pun harus difikirkan begitu lama, bukan karna apa, tapi karna aku takut dia ngerasa ilfeel, just her look likes perfect, walaupun pada dasarnya manusia takan ada yang sempurna, tapi lihatlah dia, begitu manja di senyumnya, aku menikmati setiap apa yang ia lakukan, dengan begitu saja aku merasakan rasa yang terkadang membisukan,mungkin aku bukanlah pengagum yang pandai membuka dirinya,aku terlalu dini untuk mencintainya, aku belajar sempurna agar dia bisa merasakan rasa yang selama ini aku rasakan, aku menikmatimu, bukan karan kita pernah dekat, bahkan kita belum pernah berbicara, terkadang aku berperang dan bersembunyi di bayangmu, karna dengan begitu saja mereka menganggapku gila, aku pernah menceritakanmu, membanggakanmu, menyombongkanmu di dalam doaku, aku menangis, aku merasakan ternyata aku begitu tulus mengagumi, ikhlas rasanya melihat kau pergi asal tak merasa sedih, semakin jelas jarak kita dewi anjani, jarak yg dulu aku benci. entah mengapa dulu saat kau melunglai didepan kelasku aku tak sanggup say halo, you give me something yang tidak semua orang bisa memberinya, aku menikmati semuanya, namun terasa begitu cepat sekali, aku ingat dimana kita pertama bertemu, dimana kau senyum kepadaku lalu berkata "kak, hpnya jatuh." aku terpanah, senyumnya ajari aku diam, namun dia berlalu, indah sekali rasanya, aku mencintainya dalam diam, pecundang macam apa aku ini. namun aku sadari, pecundang pun punya keberanian untuk memilih lawan dan kawannya, she's look beutifull dengan rainbow yang melekat pada auranya, sungguh sempat aku membayangkannya untuk berdua saja di sebuah taman, lalu kita bernyanyi menari dan bercanda sampai pagi, sampai waktu dimana kita punya buah hati, lalu kita duduk bertiga di depan tv lalu menonton film kartun bersama, lalu menonton bola dan bahagia berama ketika arsenal yang menang. tanpa ada yang mengganggunya, oh tuhan kenapa aku sebegtu terlalunya mengaguminya, aku menulisnya dengan hati yang begitu rintih dengan irama yg syahdu. if dream comes true apa yang kamu lakuin? jelas aku bakal ngeluarin apa yang harusnya aku nikmati, lebih dari kupu-kupu yang bary memngepakkan sayapnya lalu menikmati udara yang dulu diimpikannya, begitu lama, namun kepompongku mulai rapuh, bukan karna ada yang datang lalu menumbuhkan rasa, namun ada yang datang tapi itu sebuah kesadaran, percuma saja aku mengagumi dan semua orang lain tak mengertiku, sebuah pengertian macam apa yang ingin aku gambarkan? sebuah pengertian dimana tuhan menceritakan takdir manusia sudah diatur, jadi dimanapun jodohku sekarang, aku menunggumu, walaupun dia yang slalu aku semogakan.
untuk kamu yang sekarang aku pandangi gambaranmu, tetaplah tersenyum, ingin rasanya alasan senyummu aku, bahagia rasanya jika senyummu milikku, ingin rasanya ku menggenggam tanganmu, lalu akan kuajak menikmati keindahan naturalisme, dimana semuanya membuang topengnya msing-masing, bahagia rasanya jika topengmu itu aku. sekali lagi memilikimu adalah impian perbedaan, dimanakesadaran dan keinginan bergelut ribuan ronde, untuk membuktikan siapa pemenangnya, namun aku tak butuh kemenangan, aku hanya butuh kamu, datang lagi lalu kujatuhkan handphone ku lalu kau berkata"kak, hpnya jatuh." lalu aku buang lagi handphoneku, berharap kamu tersenyum lalu berkata,"hehehe kaka, hpnya jatuh lagi." dengan memiringkan kepalanya yang serasi dengan senyumnya, itu yang tergambar jelas sekarang, inget ya dream not ust be a difference, walaupun mimpi bertolak dengan kenyataan, but if i haven't dream can i can life? mimpiku kebahagianmu, kebahagianmu milikku, lalu aku milikmu, lalu aku memliki kebahagiaan yang lebih besar dalam hidupku, semoga kamu membacanya yaa, aku menyebutmu dewi anjani, dewi yang begitu sempurna di khayangan, itu khayalku, kamu berkali-kali aku ask, stalk, and more. selamat tidur kamu. dewi anjanikuuuu sayang, tulus rasanya tidurku, menceritakan bayanganmu yang menghantuiku. maaf sekali jika ini membuatmu ilfeel, tapi akan senang rasanya jika kamu melihatnya.  jangan lupa baca doa ya? jangan lupa cuci kaki ya? jangan lupa kalo tidur merem ya? jangan lupa prnya ya, semangat buat ujiannya nanti, you must be okaay girl, you must be happy girl, I have seen, you must be difference, every step you take, every word you say, and every gam you play, I'll be watching you, I love you girl, yes you are my supergirl.